#dirumahaja: Harga Sebuah Percaya (A Review)
After a long, long while... Akhirnya saya menulis ulasan novel lagi, sebuah novel dari Tere Liye yang berjudul Harga Sebuah Percaya. Saya baru tahu, novel ini pernah terbit dengan judul Kisah Sang Penandai. Entah mengapa judulnya diganti. Tetapi, menurut saya, secara komersil mungkin novel dengan judul Harga Sebuah Percaya memang lebih 'menjual' daripada Kisah Sang Penandai. Selain lebih menarik, it sounds more poetic, dan lebih masuk juga pada keseluruhan isinya.
Lalu, seperti biasa saya akan menuliskan sedikit sinopsisnya. Kalimat-kalimat ini saya kutip dari sampul belakang novel.
"Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang mejemput dirinya."
Percayalah pada kalimat itu.
Hanya itu yang perlu dilakukan.
Sisanya, biarlah waktu yang menyelesaikan bagiannya.
Maka, kau akan mendapatkan hadiah terindah atas cinta sejatimu.
Percayalah!
Ini adalah kisah tentang Jim, dari Kisah Sang Penandai, yang terpilih untuk mengguratkan cerita tentang berdamai dengan masa lalu. Ia harus menyelesaikan pahit-getir perjalanannya, apa pun harganya! Karena sungguh kita membutuhkan dongeng ini.
Ya, tokoh utama dari novel ini bernama Jim. Ia amat sangat mencintai kekasihnya yang bernama Nayla. Namun, adanya perbedaan status sosial membuat mereka tidak bisa bersatu. Nayla memutuskan untuk bunuh diri. Jim tentu saja menyesal dan putus asa ditinggal kekasihnya, ia mencoba berbagai cara untuk mengakhiri hidupnya juga, tetapi apa daya ia terlalu pengecut. Jim sebenarnya takut untuk mati. Datanglah Sang Penandai, seorang penjaga dongeng, yang mengatakan bahwa kisah hidup Jim terpilih untuk dijadikan dongeng. Oleh Sang Penandai, Jim diminta untuk ikut pelayaran ke Tanah Harapan agar ia tidak melulu terkungkung dalam kesedihan. Mulanya Jim menolak, tetapi karena pasukan Beduin (pasukan utusan keluarga Nayla untuk membunuh Jim) mengejarnya, akhirnya ia mengikuti pelayaran tersebut. Pada pelayaran itu, ia bertemu Pate, yang kelak menjadi teman baiknya, serta Laksamana Ramirez, yang merupakan pemimpin armada dan ternyata juga terpilih untuk menuliskan dongengnya. Mereka bersama-sama menghadapi hambatan rintangan di lautan, mulai dari penyerbuan perompak, badai bertubi-tubi, perang di Champa, hingga akhirnya tiba di Tanah Harapan.
Saya menebak-nebak dari awal, kali ini genre novel Tere Liye apa? Membaca bab awal, oke romance. Maju satu bab lagi, kok ada Sang Penandai yang tiba-tiba muncul, yang mengingatkan saya akan Rembulan Tenggelam di Wajahmu, oke mungkin ini fantasi. Tetapi saya masih tidak yakin "masa sih fantasi". Baru pada beberapa bab terakhir, saya memantapkan diri untuk bilang ini benar-benar fantasi, romansa fantasi tepatnya. Memang ya, Tere Liye ini penulis yang serba bisa, masuk ke genre apapun bagus-bagus saja tulisannya. Risetnya benar-benar keren.
Meskipun ada unsur romansanya, novel ini sarat akan nilai kehidupan. Apa? Keikhlasan. Saya menangkap bahwa novel ini mengajarkan kita akan penerimaan, seperti Jim yang akhirnya bisa menerima kepergian Nayla dan berdamai dengan masa lalunya. Ia percaya pada apa yang dikatakan oleh Sang Penandai bahwa ia tidak boleh menyerah, ia harus bisa melanjutkan hidup tanpa Nayla-nya. Ini bagian yang saya suka, character development si Jim ini sangat kentara. Sebelum mengikuti pelayaran, Jim adalah tipikal pemuda menye-menye alias pengecut, lemah, and so on. Setelah beberapa bulan berlayar dengan berbagai tantangan, ia menjadi pemuda yang tangguh dan pemberani. Sikap yang tidak pernah berubah pada Jim adalah cintanya pada Nayla yang tak kunjung pupus. Setia sekali dia ini. Ada dua gadis yang mendekatinya, tapi ia memilih untuk terus menjaga hatinya untuk Nayla semata. :)
Ada lagi karakter yang saya sangat suka, karakter yang paling saya sukai malah. Si Pate. Everyone needs a true friend like him. Pate ini sangat tangguh, setia kawan, tulus, bahkan rela mengorbankan nyawanya demi Jim serta Laksamana Ramirez. Sedih sekali membaca bagian ini, 'Dan Pate sudah memilihnya. Ia berbagi apa saja dengan orang yang dihormatinya. Termasuk berbagi nyawanya dengan Laksamana Ramirez dan Jim hari ini. Ia sudah menjadi jalan dongeng-dongeng yang indah.' Untuk karakter yang saya kurang suka adalah Laksamana Ramirez. Dia sebenarnya bijak, sangat bijak saat memimpin di atas kapal. Tetapi di bab akhir, ada bagian yang membuat saya berpikir he is a bit selfish or childish maybe.
Setelah berbicara pengembangan karakter, yang memang jagonya Tere Liye, saya akan mengulas beberapa hal yang menurut saya terasa aneh dan membingungkan. Pertama, munculnya kura-kura raksasa. Saya rasa adanya kura-kura raksasa ini terkesan memaksa. Badai datang terus-menerus, untuk menghentikannya, kura-kura raksasa yang ditangkap harus dilepaskan kembali ke laut. Kemudian badai berhenti. Ya, memang ini dongeng, tetapi entah saya masih belum bisa menerimanya, kurang nyambung dengan cerita. Meskipun saya tahu, bagian ini bisa saja mengandung pesan agar hewan-hewan, apalagi hewan langka jangan diburu. Kedua, ada doppelganger Nayla di Champa yang namanya juga Nayla, yang kelak cintanya ditolak Jim. Hmm... apakah ini sebuah kebetulan? Ketiga, Bunga Mas Laksamana Ramirez yang juga lumayan janggal karena rasanya muncul tiba-tiba. Keempat, ending-nya. Saya masih bingung dengan ending cerita. Sebenarnya Jim, Nayla, dan Pate ini masih hidup atau tidak ya?
Dan apakah Tanah Harapan yang dimaksud adalah Indonesia?
Dan apakah Tanah Harapan yang dimaksud adalah Indonesia?
In short, pelajaran berharga dari novel Harga Sebuah Percaya adalah tentang penerimaan akan kehilangan. Mungkin dari sudut pandang pembaca, kita menganggap yang dialami Jim ini biasa saja. Tapi sebagai tokoh utama, Jim tentu lebih bisa menggambarkan apa yang sebenarnya dirasakan orang ketika harus kehilangan cinta sejatinya and not everyone can cope with this kind of reality, seperti Rhenald (karakter di akhir bab) yang akhirnya lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Karena Jim percaya bahwa ia tidak boleh menyerah, maka ia tidak putus asa, dan ia mendapatkan hadiah dari apa yang ia percayai itu. Kedamaian.
(D)
Komentar
Posting Komentar